Liberalisasi dibalik Piala Dunia 2022

- 8 Desember 2022, 21:29 WIB
Ilustrasi/Pixabay/Pixel-Sepp
Ilustrasi/Pixabay/Pixel-Sepp /Pixabay/Pixel-Sepp/

Dan Qatar mengajukan diri turnamen ini digelar pada Juni dan Juli. Sementara inspektur teknis FIFA mengatakan cuaca di bulan itu berisiko bagi kesehatan para pemain, penonton dan panitia. Tapi FIFA tetap memilih Qatar.


Satu dasawarsa kemudian, hampir semua anggota dewan FIFA yang memilih Qatar terindikasi korupsi atau dilarang oleh badan sepak bola karena melanggar kode etik aturan atau menghadapi tuntutan korupsi.

Semua dakwaan dan sanksi itu adalah hasil dari penyelidikan di sejumlah negara. Prancis menyoroti sebuah pertemuan pada November 2010, sembilan hari sebelum pemungutan suara, di Elysee Palace, kantor kepresidenan Prancis.

Baca Juga: BMKG Ralat Kekuatan Gempa Magnitudo 5.8, Menjadi Magnitudo 6.1

Korupsi sebetulnya bukan sesuatu yang terjadi karena hanya sosok yang buruk mengambil keputusan. Korupsi terjadi karena sistem yang korup menuntut terjadinya korupsi, mendorong perbuatan kotor itu.

Kondisi membuat orang berpikir mereka harus ikut korupsi karena itu satu-satunya pilihan.
Sistem FIFA menciptakan kondisi itu.

Dan itu sudah berlangsung selama empat dasawarsa. Sistem itu mengatakan hanya 211 anggota FIFA dan sang presiden FIFA yang dipilih yang punya suara menentukan.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini di Tebo Tengah, Kamis 8 Desember 2022

Sebagian besar dari mereka mewakili negara yang bukan saja kecil tapi tidak punya pengaruh besar dalam sepak bola dunia.

Tapi satu anggota punya satu suara. Dan itu adalah kekuasaan yang luar biasa besar bagi setia negara kecil. Kemudian setiap negara itu bisa bergabung.

Halaman:

Editor: Herman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x