Penerapan Unsur Kerugian Negara Dan Perekonomian Negara Secara Simultan Dalam Kasus Duta Palma Group

- 3 September 2022, 13:50 WIB
Dr. Ketut Sumedana Akademisi dan Praktisi Hukum.
Dr. Ketut Sumedana Akademisi dan Praktisi Hukum. /Ist/

Perekonomian Negara bukan dampak immateriil tetapi ekses yang real loss dirasakan oleh Negara dan masyarakat sehingga tidak berhalusinasi dalam mendakwakan atau menersangkakan pelaku tindak pidana. 

Dalam perkara Duta Palma, yang dimaksudkan perekonomian, uraiannya sangat panjang antara lain kerugian yang terkait masyarakat atau rumah tangga, konflik pemanfaatan lahan, penerimaan-penerimaan Negara yang tidak dibayarkan, keuntungan yang diterima secara ilegal dimana belum termasuk kerusakan ekologi (lingkungan di sekitarnya dan penghijauan kembali). Semua dapat dihitung oleh ahli secara real loss.

Untuk itu, menjadi suatu bahan pemikiran kita bersama bahwa unsur perekonomian Negara tidak bisa disamakan dengan perkiraan (potential loss), akan tetapi kerugian tersebut telah nyata adanya dan dirasakan oleh masyarakat luas sehingga menjadi real loss atau actual loss. 

Bahkan dalam kasus tertentu, korupsi dikatakan ekologis kerugiannya bisa menjadi kerugian yang turun temurun seperti polusi, kerusakan lingkungan dan menurunnya kesehatan masyarakat di sekitarnya, dan lainnya karena sulitnya ganti rugi rehabilitasi lingkungan diterapkan sehingga dampak yang luas tersebutlah yang menyebabkan tindak pidana korupsi dikatakan sebagai extraordinary crime disejajarkan dengan kejahatan kemanusiaan lainnya.

Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan dengan cara-cara konvensional karena terjadi secara masif dan terstruktur dalam suatu birokrasi pada tingkat bawah sampai tingkat atas dan melintasi batas-batas negara dengan modus yang semakin canggih, sehingga menyebabkan bargaining (proses tawar-menawar) antar negara di level internasional menjadi lemah dikarenakan investor takut menjadi ladang bajakan birokrasi.  

Untuk itu, aparat penegak hukum tidak hanya menyeret pelaku tindak pidana secara perorangan tetapi juga harus menyeret korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dikarenakan korporasi dapat dijadikan alat sebagai tempat melakukan tindak pidana dan sebagai tempat pencucian uang sehingga orang dan korporasi juga dapat dikenakan tindak pidana pencucian uang (money laundering).

Dan hal yang paling penting dan mendesak adalah perjanjian bilateral dan multilateral sangat diperlukan untuk saat ini dalam rangka mengantisipasi aliran dana korupsi keluar negeri, perampasan aset koruptor di luar Negeri dan pemulangan koruptor yang bersembunyi di luar Negeri sehingga tidak ada lagi tempat bersembunyi dan tempat menyembunyikan harta benda pelaku di luar negeri, serta pemulihan aset (asset recovery) menjadi lebih mudah bagi aparat penegak hukum sebelum Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana disahkan karena selama ini pemulihan aset (asset recovery) sangat sulit dilakukan ketika sudah lintas negara. Sebabkan kebijakan hukum di berbagai negara yang berbeda-beda. 

Hal ini juga terkait dengan kepentingan Negara tersebut, maka dengan demikian baik itu unsur kerugian Negara maupun perekonomian Negara sama-sama mengakibatkan kerugian secara riil dan aktual, titik sentralnya kerugian hanya dalam lingkup Negara sedangkan perekonomian sudah lingkup multidimensi sosial, ekonomi masyarakat luas.

Penulis : Dr. Ketut Sumedana

Akademisi dan Praktisi Hukum.

Halaman:

Editor: Syahrial


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x