Perselingkuhan Marak Bukti Rapuhnya Pernikahan

28 Februari 2023, 11:53 WIB
Ilustrasi percintaan. /Antaranews/

Oleh: Isheriwati, S.Pdi                          

Topik perselingkuhan semakin hangat dibicarakan publik setelah fakta yang terjadi bahwa indonesia menjadi negara dengan tingkat perselingkuhan kedua tertinggi di Asia setelah Thailand.

Peringkat ini berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating, sebuah aplikasi pencari teman kencan. Sebanyak 40% responden di Indonesia mengaku pernah berselingkuh, sedangkan responden Thailand sebesar 50%. 

Pada aplikasi tersebut pun ditemukan bahwa perempuan di Indonesia lebih banyak mengaku pernah berselingkuh ketimbang laki-laki. (Tribun News, 18-2-2023). Sementara itu, menurut laporan World Population Review, Indonesia menjadi negara keempat dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak, setelah India, Cina, dan Amerika. 

Beberapa negara Barat memang menganggap perselingkuhan sebagai hal biasa. Di AS, misalnya, setengah dari orang yang sudah menikah, mengaku pernah berselingkuh setidaknya sekali selama pernikahannya.

Di Eropa, seperti Denmark, Belgia, Norwegia, dan Prancis, ada lebih dari 40% responden mengaku pernah tidur dengan seseorang di luar pernikahannya. (Pikiran Rakyat, 17-2-2023).

Betulkah Pernikahan Itu Sakral?

Masih menurut World Population Review, sebagian besar perselingkuhan dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja, sedangkan durasi perselingkuhan berlangsung rata-rata dua tahun lamanya. 

Sebagian ada yang rujuk, sebagian lagi berujung perceraian, bahkan sebagian lainnya membiarkan perselingkuhan tersebut alias TST (tau sama tau) demi status sosial atau anak, juga demi hubungan baik antarkeluarga besar.

Alasan selingkuh pun bermacam-macam, tetapi mengerucut pada dua alasan besar, yaitu karena ketidakpuasan dalam hubungan atau sekadar ingin mencari kesenangan/sensasi baru. Seseorang yang merasa bosan dengan pasangannya bisa dengan mudah mencari pasangan di luar pernikahanya.

Maraknya perselingkuhan sejatinya tengah menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga saat ini, atau desakralisasi pernikahan. Suami atau istri bisa dengan mudah melanggar komitmen yang telah mereka ucapkan.

Pernikahan pun tidak lagi menjadi ikatan sakral yang harus dijaga. Bahkan, perselingkuhan dianggap “solusi” untuk kehidupan yang lebih bahagia. 

Inilah dampak kehidupan sekuler liberal terhadap mahligai rumah tangga.

Penyebab perselingkuhan

Mengapa sekularisme liberal menjadi pangkal rapuhnya ikatan rumah tangga dan memicu terjadinya fenomena perselingkuhan? Setidaknya ada empat alasan. 

Pertama, paham sekuler menjauhkan kehidupan umat manusia dari agama, termasuk kehidupan berkeluarga.

Inilah yang menjadikan ikatan pernikahan rapuh sebab tidak dilandasi agama.

Misalnya, fungsi qawwamah (kepemimpinan) yang hilang dari suami, serta fungsi ummun wa rabbatul baiti (ibu dan pengurus rumah tangga) yang hilang dari istri. Jika fungsi qawwamah sudah hilang, memudarlah keinginan suami untuk melindungi dan memenuhi seluruh kebutuhan istrinya. Padahal, kedua hal inilah yang dapat membahagiakan istri.

Begitu pula ketika jika fungsi ummun wa rabbatul baiti hilang, ketaatan dan pelayanan pada suami akan minimalis. Padahal, kedua hal ini pula yang akan membawa ketenteraman pada hubungan mereka. 

Jika sudah begitu, bukankah menjadi besar peluang suami dan istri mencari kebahagiaan di luar rumah?

Kedua, Standar Kebahagiaan

Dalam sistem kehidupan sekuler liberal, standar kebahagiaan adalah materi. Suami istri akan sibuk bekerja demi mendatangkan kebahagiaan. Tanpa disadari, mereka telah menelantarkan anak dan menggeser fungsi rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman seluruh anggota keluarga, malah menjadi “terminal” tempat suami istri transit untuk tidur sejenak.

Bukankah ini yang telah merenggut kehangatan sebuah keluarga? Sistem kehidupan sekuler pun menjadikan kesenangan jasadi sebagai sumber kebahagiaan. 

Wajar akhirnya banyak perselingkuhan hanya gara-gara kepincut oleh orang lain yang terlihat lebih cantik ataupun menawan. Tidak bisa dimungkiri, ketertarikan secara fisik dan mencari kesenangan adalah hal dominan yang menjadi alasan terjadinya perselingkuhan.

Ketiga, Rusaknya Sistem Pergaulan

Banyaknya perselingkuhan terjadi di tempat kerja menjadi bukti bahwa sistem pergaulan dalam masyarakat sekuler pun rusak. Interaksi perempuan dan laki-laki hari ini tidak berbatas.

Khalwat antara laki-laki dan perempuan nonmahram menjadi hal biasa. Bukankah perselingkuhan biasa berawal dari mengobrol intens dan beraktivitas berdua, lalu tumbuhlah benih-benih jinsiah?

Keempat, Budaya Liberal

Sistem kehidupan sekuler mendewakan kebebasan. Jadilah individu-individu di dalamnya merasa bebas melakukan apa pun demi meraih kesenangan.

Ditambah media yang terus menstimulus syahwat, menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas hawa nafsu.

Atas nama kebebasan, para perempuan juga tidak malu-malu untuk menjadi “pelakor” ataupun mencari sugar daddy demi membiayai gaya hidupnya. Para laki-lakinya pun kadang merasa tidak puas dengan istrinya sehingga akhirnya “jajan” di luar, berselingkuh dengan teman satu kantor, dan sebagainya.

Akhirnya, budaya kebebasan ini makin merapuhkan ikatan pernikahan. Kesakralan pernikahan pun memudar dan siapa pun tidak segan untuk merusaknya.

Pernikahan Menurut Islam

Islam memandang pernikahan adalah ibadah. Siapa pun yang menikah, mereka telah berjanji untuk saling memenuhi dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai suami istri.

Islam juga menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza (perjanjian agung) yang tidak bisa dimain-mainkan (lihat QS An-Nisa: 21).

Pernikahan dalam Islam bukan hanya mengenai meraih kesenangan antara suami istri. Lebih dari itu, pernikahan adalah tujuan mulia dan suci yang harus dijaga dalam kehidupan bermasyarakat.

Standar kebahagiaan seorang muslim adalah rida Allah Taala, bukan materi semata. Walhasil, suami istri akan berlomba-lomba memenuhi hak pasangannya dengan melaksanakan kewajiban yang telah Allah tetapkan pada mereka. 

Sang istri akan taat pada suami dan optimal dalam pelayanannya; sang suami pun akan gigih bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menjadi pelindung bagi mereka. Kehidupan berumah tangga yang dibangun berlandaskan agama akan menghadirkan pernikahan yang samara (sakinah, mawadah, rahmah). 

Sakinah adalah ketenteraman, ketenangan dan kebahagiaan. Mawadah menurut Ibnu Katsir adalah al-mahabbah (rasa cinta) yang tulus dari suami dan istri. Rahmah adalah kasih sayang. Semua itu akan terhimpun dalam bangunan keluarga muslim. 

Wajar jika dalam Islam, sangat jarang, bahkan tidak akan ditemukan fenomena perselingkuhan yang marak seperti saat ini.

Begitu pula kelas ekonominya, tidak menjadi masalah dalam berumah tangga sebab setiap pasangan yakin Allah telah menetapkan rezeki bagi hamba-Nya. Bukankah ini yang akan mendatangkan kuatnya ikatan pernikahan?

Islam Menghilangkan Perselingkuhan

Sistem kehidupan sekuler menciptakan fenomena perselingkuhan, sedangkan sistem kehidupan Islam akan menjaga keutuhan keluarga sekaligus mengukuhkan bangunannya. 

Islam tidak hanya mewajibkan para pasangan untuk menjaga keberlangsungan pernikahan, melainkan juga mewajibkan masyarakat, bahkan negara, untuk turut menjaga ikatan pernikahan.

Masyarakat akan menjadi alat kontrol efektif dalam menjaga ikatan pernikahan. Mereka tidak akan tinggal diam jika ada perempuan dan laki-laki yang berkhalwat. 

Mereka pun akan bertindak (amar makruf nahi mungkar) pada mereka yang tidak sempurna menutup aurat sebab hal demikian bisa merangsang jinsiah lawan jenisnya.

Sebagai pelindung umat, negara wajib menjadi pihak terdepan dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Negara akan dengan ketat memberlakukan sistem sosial yang sesuai syariat. Kehidupan laki-laki dan perempuan yang pada dasarnya infishal (terpisah) sehingga interaksi mereka akan terbatas pada hal tertentu, seperti kesehatan, peradilan, jual beli, dll.

Negara pun akan benar-benar memperhatikan media agar yang sampai pada umat adalah kebaikan, bukan yang membangkitkan syahwat. Inilah yang juga menjaga suasana keimanan masyarakat. 

Sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan menciptakan individu-individu yang bersyahsiah Islam. Tidak akan ada yang nekat merusak rumah tangga orang lain, menjadi PSK ataupun sugar baby sebab semua itu melanggar syariat. Sang istri akan menjalankan fungsinya sebagai ummun warabbatul baiti, sang suami akan menjalankan fungsi qawwamah-nya.

Begitu pun sistem ekonomi dan sanksi. Negara akan benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyatnya agar tidak ada perempuan yang terpaksa ikut membantu ekonomi keluarga. Istri akan fokus mengurus anak dan rumahnya. Sedangkan sistem sanksi oleh negara akan sangat tegas, termasuk bagi para pezina, yaitu rajam, bahkan hingga mati.

Bukankah semua ini membuat orang takut melanggar syariat dan akan mengantarkan pada masyarakat yang bermartabat?

Kesimpulan

Hanya sistem Islam yang mampu secara hakiki melindungi keutuhan rumah tangga. Fenomena perselingkuhan ini pun hanya terjadi dalam masyarakat sekuler yang mendesakralisasi pernikahan. 

Pasangan suami istri, masyarakat, dan negara akan berusaha untuk menjaga keutuhan keluarga. Ini karena dari keluarga yang samaralah akan dan terlahir generasi yang siap membangun peradaban mulia. Wallahualam.

Editor: Syahrial

Tags

Terkini

Terpopuler