"Tidak ada kajian, penelitian, dan studi banding, sehingga menuai polemik dan kesannya asal-asalan,” tegas Rudi lagi.
Yang menjadi pertanyaan, kata Politisi Partai NasDem ini, kenapa pihak PLN tidak membagikan kompor listrik dengan kapasitas listrik sesuai yang dimiliki masyarakat.
“Kenapa tidak kompor listrik yang kapasitasnya 400 watt? Sehingga cocok untuk (tegangan) listrik masyarakat di desa. Tidak sinkron kompor listrik yang dibagikan PLN untuk warga desa dengan tegangan listrik warga yang hanya 900 watt. Dan jika warga diminta untuk naikkan daya lagi ke 2000 watt, tentu dikenakan biaya yang tidak sedikit. Tentu warga juga keberatan,” analisa Rudi.
Menurut Rudi, tujuan program kompor listrik tersebut yang diharapkan dapat menyerap surplus listrik yang diproduksi PLN sebenarnya sangat tepat.
Namun karena program ini dibatalkan, Rudi pun meminta direksi PLN harus bisa mengatasi surplus listrik tersebut.
“Ya direksi PLN harus memasarkan surplus energinya ke sektor industri dan manufaktur. Dan direksi PLN harus banyak inovasi dan kreatif. Untuk apa aset energi listriknya melimpah, tapi enggak bisa dijual,” kritik legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara III itu. (***)