BMKG: Puncak Musim Kemarau 2024 Diprediksikan Mundur Hingga Bulan Juli dan Agustus

16 Maret 2024, 07:00 WIB
Peta prediksi awal musim kemarau 2024. /BMKG /

OKETEBO.com - Puncak musim kemarau tahun 2024 ini diprediksikan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Prediksi ini menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.

Menurut Dwikorita, musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia akan mundur dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Dikatakan Dwikorita jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (periode 1991-2020), awal musim kemarau tahun 2024 di Indonesia diprediksi mundur pada 282 zona waktu operasional meteorologi (ZOM) atau sekitar 40%, tetap sama pada 175 ZOM (25%), dan maju pada 105 ZOM (15%). 

Baca Juga: Profil Lengkap Robert Lewandowski, Pemain Penyerang Barcelona FC Di Liga Spanyol Musim 2022/2023

Hal ini diungkapkan dalam Konferensi Pers Awal Musim Kemarau yang diselenggarakan di Kantor BMKG di Kemayoran, Jakarta, pada tanggal 15 Maret 2024.

Dwikorita menjelaskan bahwa wilayah-wilayah yang awal kemarau diprediksikan mundur mencakup sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Utara, dan sebagian Maluku.

Selain itu, jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (periode 1991-2020), musim kemarau tahun 2024 diprediksi secara umum akan bersifat normal dan atas normal. Terdapat 359 zona waktu operasional meteorologi (ZOM) atau sekitar 51,36% yang diprediksi normal, 279 ZOM (39,91%) diprediksi atas normal, dan 61 ZOM (8,73%) diprediksi akan bersifat bawah normal.

Baca Juga: Jadwal Imsak, Buka Puasa dan Jadwal Sholat di Beberapa Wilayah Provinsi Bali Pada Hari Kedua Puasa Ramadhan

Adapun wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau di bawah normal terdiri dari sebagian kecil Aceh, sebagian kecil Sumatra Utara, sebagian kecil Riau, sebagian Kepulauan Bangka Belitung, sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah, dan sebagian Papua Selatan.

Sedangkan wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau di atas normal mencakup sebagian kecil pesisir selatan Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian kecil Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, bagian utara Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, dan sebagian besar Papua Selatan.

"Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024 yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%)," ungkap Dwikorita, dilansir Oke Tebo dari laman BMKG, Jumat, 15 Maret 2024.

Baca Juga: Peristiwa Gempa Bumi Terjadi di Elpaputih, Seram Bagian Barat Maluku, Dirasakan di Masohi

Dwikorita menjelaskan bahwa hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan adanya El Nino moderat yang masih berlangsung, dengan nilai indeks sebesar 1,59. 

Namun, di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) netral. Fenomena El Nino tersebut diprediksi akan bergerak menuju kondisi netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024, dan kemungkinan akan beralih menjadi La Nina-Lemah setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024. Sementara itu, kondisi IOD diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. 

Selain itu, kondisi suhu muka laut di Indonesia juga diprediksi akan lebih hangat dari normal, dengan rentang antara +0.5 hingga +2.0 derajat Celsius di atas kondisi normalnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024. BMKG mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dari biasanya). Wilayah-wilayah ini diprediksi berpotensi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan sumber air.

Baca Juga: Gara-gara Ini, PT Winner Prima Sekata Bakal Dilaporkan ke Disnaker Tebo, Ini 5 Poin Tuntutannya

Sebagai langkah antisipasi, BMKG juga mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam pengelolaan air, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta peningkatan pemantauan dan peringatan dini terhadap potensi bencana yang dapat terjadi selama musim kemarau. Kolaborasi dan koordinasi antarinstansi dan masyarakat juga diharapkan dapat ditingkatkan guna mengurangi dampak yang mungkin timbul akibat musim kemarau yang diprediksi akan berlangsung.

Dwikorita menyarankan agar pemerintah daerah dapat lebih optimal dalam melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini. Langkah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air di danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Selain itu, tindakan antisipasi juga perlu dilakukan pada wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya), terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.

Dengan melakukan penyimpanan air dan tindakan antisipasi yang tepat, diharapkan dapat mengurangi dampak yang mungkin timbul akibat perubahan musim yang diprediksi terjadi. Kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci dalam menghadapi tantangan musim kemarau dan memastikan keberlanjutan sumber daya air serta ketahanan pangan di wilayah tersebut.***

Editor: Syahrial

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler